Sejarah agama Kristen
Lahirnya Agama Kristen
Agama Kristen bermula dari
pengajaran Yesus Kristus sebagai tokoh utama agama ini. Yesus lahir di kota
Betlehem yang terletak di Palestina sekitar tahun 4-8 SM, pada masa kekuasaan
raja Herodes. Yesus lahir dari rahim seorang wanita perawan, Maria, yang
dikandung oleh Roh Kudus. Sejak usia tiga puluh tahun, selama tiga tahun Yesus
berkhotbah dan berbuat mukjizat pada banyak orang, bersama keduabelas rasulnya.
Yesus yang semakin populer dibenci oleh orang-orang Farisi, yang kemudian
berkomplot untuk menyalibkan Yesus. Yesus wafat di salib pada usia 33 tahun dan
bangkit dari kubur pada hari yang ketiga setelah kematiannya. Setelah
kebangkitannya, Yesus masih tinggal di dunia sekitar empat puluh hari lamanya,
sebelum kemudian naik ke surga.
Gereja mula-mula
Setelah naiknya Yesus Kristus
ke surga, rasul-rasul mulai menyebarkan ajaran Yesus ke mana-mana, dan sebagai
hasilnya, jemaat pertama Kristen, sejumlah sekitar tiga ribu orang, dibaptis.
Namun, pada masa-masa awal berdirinya, agama Kristen cenderung dianggap sebagai
ancaman hingga terus-menerus dikejar dan dianiaya oleh pemerintah Romawi saat
itu. Banyak bapa Gereja yang menjadi korban kekezaman kekaisaran Romawi dengan
menjadi martir, yaitu rela disiksa maupun dihukum mati demi mempertahankan
imannya, salah satu contohnya adalah Ignatius dari Antiokia yang dihukum mati
dengan dijadikan makanan singa.
Saat itu, kepercayaan yang
berkembang di Romawi adalah paganisme, di mana terdapat konsep ‘balas jasa
langsung’. Namun dengan gencarnya para rasul menyebarkan ajaran Kristen, perlahan
agama ini mulai berkembang jumlahnya, sehingga pemerintah Romawi semakin
terancam oleh keberadaan agama Kristen. Romawi pun berusaha menekan, dan bahkan
melarang agama Kristen, karena umat Kristen saat itu tidak mau menyembah
Kaisar, dan hal ini menyulitkan kekuasaan Romawi. Selain itu, paganisme dan
ramalan-ramalan yang sejak zaman Republik sudah dipakai sebagai alat-alat
propaganda dan pembenaran segala tingkah laku penguasa atau alasan kegagalan
penguasa, sudah tidak efektif lagi dengan keberadaan agama Kristen. Maka, pada
masa-masa ini, banyak umat Kristen yang dibunuh sebagai usaha pemerintah Romawi
untuk menumpas agama Kristen. Penyebar utama agama Kristen pada masa itu adalah
Rasul Paulus, yang paling gencar menyebarkan ajaran Kristen ke berbagai pelosok
dunia.
Masa kegelapan
Pada masa inilah, datang
masa-masa kegelapan (192-284), mulai dari Kaisar Commodus hingga Kaisar
Diocletian. Pada masa inilah orang-orang masa itu kehilangan kepercayaan
terhadap konsep balas jasa langsung yang dianut di Paganisme, sehingga agama
Kristen pun semakin diminati. Hingga akhirnya pada tahun 313, Kaisar
Konstantinus melegalkan agama Kristen dan bahkan minta untuk dipermandikan, dan
80 tahun setelahnya, Kaisar Theodosius melarang segala bentuk paganisme dan
menetapkan agama Kristen sebagai agama negara.
Sebagai agama resmi negara
Kekristenan menyebar dengan sangat cepat. Namun Gereja juga mulai
terpecah-pecah dengan munculnya berbagai aliran (bidaah). Salah satu upaya
untuk menekan bidaah adalah dengan diadakannya Konsili Nicea yang pertama pada
tahun 325 M. Konsili Nicea mencetuskan pengakuan iman umat Kristen keseluruhan
pertama kali, sebagai tanda persatuan Kristen universal yang dibedakan dari
umat-umat Kristen yang bidaah. Salah satu contohnya adalah bidaah Arianisme,
yang merupakan salah satu krisis bidaah terbesar saat itu yang menjadi alasan
utama diadakannya Konsili Nicea yang pertama.
Ketika Kerajaan Romawi runtuh
dan tercerai-berai, Gereja Kristen tetap bertahan. Pada abad ke-11 terjadilah
Perang Salib, di mana kekezaman prajurit perang salib menjadi sejarah kelam
Kristen yang hingga kini masih banyak disesali. Perang Salib adalah perang
agama antara Kristen dan Islam. Dicetuskan pertama kali oleh Paus Urbanus II,
Perang Salib I bertujuan merebut kembali kota suci Yerusalem dari kekuasaan
Islam, yang merupakan tempat penting umat Kristen sebagai tujuan ziarah saat
itu.
Sementara itu, bagian timur
dari Kerajaan Romawi, bertahan sebagai Gereja yang disebut Yunani atau
Ortodoks, yang mewartakan kabar gembira di Rusia dan memisahkan diri dari
belahan barat yang berada di bawah pimpinan Gereja Roma. Pemisahan ini terjadi
pada tahun 1054.
Sementara itu, pada tahun
1460 penemuan percetakan oleh Gutenberg membuat Kitab Suci terjangkau bagi
semua orang. Sebelumnya, Kitab Suci dibatasi oleh Gereja kepada umat dengan
tujuan untuk menekan bidaah yang merupakan salah satu krisis besar dalam tubuh
Gereja saat itu. Kitab Suci hanya dibacakan di Gereja dan menjadi sumber
kotbah.
Saat itu, banyak pihak-pihak
tidak bertanggungjawab memanfaatkan kedudukan di dalam Gereja Barat (Katolik)
sebagai sumber kekuasaan, sehingga secara tidak langsung mencoreng nama baik
Gereja. Pejabat-pejabat tinggi di dalam Gereja semakin terpengaruh untuk
mementingkan kepentingan duniawi sehingga semakin menyeleweng dari ajaran dasar
Gereja Katolik. Banyak oknum yang menduduki posisi penting di dalam Gereja
menggunakan kekuasaannya secara semena-mena sehingga merugikan banyak umat saat
itu. Hal ini membuat banyak umat Kristen kecewa dan memprotes serta menuntut
pembaharuan. Banyak umat yang berpikir bahwa salah satu cara mendatangkan
pembaharuan di dalam Gereja ialah dengan memberikan Kitab Suci kepada semua
orang.
Perpecahan
Puncak dari penyalahgunaan
ajaran Gereja diawali dengan jual beli surat indulgensia. Praktik ini sendiri
sesungguhnya bertentangan dengan ajaran iman Gereja Katolik. Martin Luther,
seorang rahib, memutuskan untuk melakukan pembaharuan dengan melakukan pemberontakan
terhadap Gereja Katolik dengan memakukan 95 dalil Luther di pintu Gereja Kastil
di Wittenberg, Jerman, 31 Oktober 1517, dan membangun gereja tandingan baru.
Sedangkan Ignatius Loyola, pendiri ordo Jesuit dalam Gereja Katolik, berusaha
melakukan pembaharuan dari dalam, salah satunya adalah dengan memberikan
pendidikan teologi Kristen yang ketat kepada para klerus, terutama dalam
kepatuhan penuh pada otoritas dan ajaran Gereja, agar praktek korup dalam
Gereja berkurang dan tidak menjadi-jadi. Konsili Trente merupakan konsili yang
diadakan sebagai reaksi dari reformasi Martin Luther, di mana reformasi Martin
Luther dianggap oleh Gereja Katolik sebagai tindakan yang memperparah kondisi
kekristenan. Dalam Konsili Trente-lah ajaran iman Gereja Katolik dipertegas
(termasuk kanonisasi terakhir Alkitab Katolik) demi menekan dan mengurangi
berbagai macam penyalahgunaan yang sewenang-wenang dalam tubuh Gereja.
Ketika Martin Luther
menerjemahkan Kitab Suci menjadi bahasa Jerman, pengikut-pengikutnya mulai
memiliki pandangan yang berbeda-beda akan Kitab Suci tersebut, lalu terjadilah
pertentangan penafsiran antara umat satu dengan yang lain, salah satu kasusnya
adalah pertentangan antara denominasi protestan reformed-nya Zwingli dan
denominasi anabaptis, reformed-nya Calvinis dengan Arminian, dan masih banyak
lagi. Inilah yang membuat agama Kristen Protestan sekarang banyak terbagi-bagi
lagi menjadi denominasi-denominasi lagi.
0 komentar:
Posting Komentar